Hukum  

Dari Isu Mutasi hingga OTT: Kronologi Lengkap KPK Menjerat Bupati Ponorogo dalam Jerat Tiga Klaster Korupsi

banner 728x90

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang mencakup tiga klaster utama.

Dalam kasus ini, penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menemukan kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan.

Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyampaikan, selain Sugiri, tiga pihak lain turut ditetapkan sebagai tersangka.

Para tersangka itu, yakni Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Harjono Yunus Mahatma, dan pihak swasta rekanan RSUD, Sucipto.

“Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan ditemukan unsur dugaan peristiwa pidana, maka perkara ini naik ke tahap penyidikan,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, pada Sabtu, 8 November 2025 malam.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima KPK pada awal 2025.

Dari hasil penyelidikan, terungkap adanya praktik jual-beli jabatan yang melibatkan Direktur RSUD Harjono serta dugaan aliran uang dalam pengurusan proyek di rumah sakit tersebut.

Lantas, apa saja kasus-kasus yang menjerat para pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Ponorogo, Jawa Timur tersebut? Berikut ini ulasannya.

Klaster Pertama: Suap Pengurusan Jabatan Direktur RSUD

Klaster pertama melibatkan suap pengurusan jabatan Direktur RSUD Harjono Ponorogo.

Pada awal 2025, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD mendapat informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Bupati Sugiri.

Agar posisinya tidak dicopot, Yunus berkoordinasi dengan Sekda Ponorogo Agus Pramono untuk menyiapkan sejumlah uang bagi bupati.

Asep menjelaskan, penyerahan uang dilakukan tiga kali dalam kurun Februari hingga November 2025.

“Total uang yang telah diberikan Yunus Mahatma dalam tiga kali penyerahan mencapai Rp1,25 miliar, dengan rincian Rp900 juta untuk Sugiri dan Rp325 juta untuk Agus,” kata Asep.

Secara rinci, pada Februari 2025, Yunus menyerahkan Rp400 juta kepada Sugiri melalui ajudannya.

Lalu, pada periode April-Agustus 2025, ia memberikan Rp325 juta kepada Agus.

Terakhir, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan Rp500 juta melalui kerabat Sugiri bernama Ninik.

Klaster Kedua: Suap Proyek Pekerjaan di RSUD Harjono

KPK juga menemukan adanya suap terkait proyek pembangunan di RSUD Harjono Ponorogo pada tahun 2024, dengan nilai proyek sekitar Rp14 miliar.

Dalam proyek tersebut, Sucipto selaku pihak swasta rekanan rumah sakit diduga memberikan fee sebesar 10 persen atau senilai Rp1,4 miliar kepada Yunus Mahatma.

Asep mengungkapkan, uang fee tersebut kemudian diserahkan Yunus kepada Sugiri melalui dua orang perantara, yakni ajudan bupati, Singgih dan adik bupati, Ely Widodo.

Aliran dana itu menjadi bukti kuat keterlibatan Sugiri dalam penerimaan suap proyek pemerintah daerah.

“Dari pekerjaan tersebut, SC selaku pihak swasta rekanan RSUD Harjono Ponorogo diduga memberikan fee proyek kepada YUM sebesar 10 persen dari nilai proyek, atau sekitar Rp1,4 miliar,” ujar Asep.

Klaster Ketiga: Gratifikasi dari Pejabat dan Pihak Swasta

Klaster terakhir yang menjerat Sugiri berkaitan dengan penerimaan gratifikasi dari sejumlah pihak.

Dalam periode 2023 hingga 2025, Sugiri diduga menerima uang senilai total Rp300 juta, baik dari pejabat internal maupun pihak swasta.

“Pada periode 2023-2025, diduga SUG menerima uang Rp225 juta dari Yunus Mahatma dan Rp75 juta dari pihak swasta bernama Eko,” jelas Asep.

Selain kasus gratifikasi, KPK juga menemukan fakta sebagian uang suap diserahkan melalui transaksi langsung pada saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada Jumat, 7 November 2025.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan, dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan uang tunai Rp500 juta yang akan diberikan kepada Sugiri.

“Barang bukti berupa uang tunai senilai Rp500 juta diamankan pada 7 November 2025, saat penyerahan oleh YUM kepada SUG melalui NNK selaku kerabat bupati,” jelas Budi dalam kesempatan yang sama.

KPK Dalami Dugaan Suap di SKPD Lain

KPK menduga pola suap serupa juga terjadi di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

Penyidik akan menelusuri dugaan jual-beli jabatan dan fee proyek di dinas lain yang melibatkan pejabat setempat.

Kini, para tersangka ditahan di Rutan Negara Cabang Merah Putih KPK, Jakarta, selama 20 hari pertama terhitung sejak 8 hingga 27 November 2025.

Atas perbuatannya, mereka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12B juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *