Kemerdekaan Indonesia adalah sebuah kemutlakan. Kemerdekaan Indonesia adalah sebuah keharusan ketika jutaan nyawa pejuang bangsa terlunglai kaku dibawa kaki kolonialisme yang maju dengan penuh keserakahan.
Indonesia negeri kita yang tercinta kini terus menapaki jalan pasca kemerdekaan. Mencoba memetik bintang gemintang kejayaan setelah ratusan ribu bahkan jutaan nyawa menjadi tumbal dalam menebus posisi ini.
Sejak reformasi digaungkan, hingga kudeta yang dilakukan secara paksa terhadap Bapak Pembangunan Nasional Soeharto, bangsa ini tampak semakin optimis melangkah seolah-olah mengsugestikan diri bahwa akan terus berjaya dalam meraih kejayaan.
Kini tercatat, setelah kudeta paksa dan berganti pemimpin berkali – kali, bangsa ini ibarat kata seperti jauh api dari sekam. Nasionalismepun semaki tersisihkan digempur tekanan global dan digitalisasi yang tak terkendali. “Kita seolah-olah mulai kehilangan Identitas diri”. Toleransi, Gotongroyong, Norma – Norma dan Kemanusaan yang Adil dan Beradap tampak pudar.
Coba kita renungi secara seksama, berapa kali kejadian penolakan pembangunan Rumah Ibadah, Berapakali pembangunan rumah tempat tinggal warga yang hanya bermodalkan pekerja sukarela (tenaga tetangga) dan material bangunan, berapa kali kasus penangkapan remaja-remaja bangsa akibat pergaulan bebas yang kebablasan hingga menjadi kurir narkoba, gangster hingga pembuhu layaknya di film-film laga. Lalu, bagaimana implementasi keterwakilan rakyat di dunia pemerintahan yang mengabaikan posisi dirinya sebagai babu dan jongos rakyat.
Kelompok-kelompok bentukan masyarakat hingga kelompok mahasiswa seolah diam membisu dan tampak bungkam dibawah drama kekuasaan. Suara-suara menuntut keadilan dianggap musik pengiring kala menikmati sajian makan malam bernuansakan eropa di meja makan para tuan dan puan penguasa.
Ada yang hilang dari kita. Ya, yang hilang dari kita adalah kejayaan bersama. Bukan kejayaan yang hanya dimiliki oleh cukong penguasa ataupun kapitalis liberal. Hilangnya kejayaan dari bangsa kita adalah ulah dari hilangnya sebuah semangat persatuan. Seperti pepatah yang berbunyi “Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh”. Bersatunya kita bukan secara kaffah (sunggu-sungguh). Namun bersatunya kita ternyata hanyalah sebuah agitasi yang disajikan oleh para tuan dan puan pemain sandiwara di republik ini.
Tidak dapat dipungkiri, kemerdekaan bangsa ini tidaklah terpisah dari kelompok-kelompok ulama, cendikiawan dan aktivis masyarakat.
Budi Utomo, didirikan oleh dr. Sutomo pada 20 Mei 1908 sebagai organisasi yang pertama dan kelahirannya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Syarekat Islam atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi turut berperan aktif dalam memprakarsai gerakan kesadaran ekonomi politik bangsa dan “Hubbul Wathon Minal Imaan” (Cinta tanah air adalah bagian dari iman yang digalakkan oleh pendiri Nahdatul Ulama, KH. Hasyim Ashari telah berhasil membakar Arek-Arek Suroboyo dibawah komando Bung Tomo dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik 10 November 1945 ini diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan.
Kini memang sudah saatnya lahir sebuah kelompok yang benar-benar murni menggalakkan seruan persatuan menuju kejayaan. Bergerak seirama dengan denyut nadi rakyat Indonesia dengan rasa persaudaraan yang tulus meski lahir dari rahim inang yang berbeda. Dengan komitmen berjalan bersama menuju arah kejayaan bangsa. Inilah alasan utama kelahiran Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) JAYA yang dimpin langsung oleh sang patriot sejati Bung Risario Marshal (Hercules).
GRIB Jaya dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 terus bergerak pada ruang Spiritualitas Keagamaan, Sosial dan Kemasyarakatan terus hadir ditengah penderitaan masyarakat, menjadi poros dakwah dan keagamaan serta menjadi inspirasi dalam persatuan.
KeJAYAan seluruh rakyat Indonesia adalah tekad yang menjadi motor penggerak GRIB JAYA, Menuju Indonesia menjadi negara BERSATU tanpa dinding pemisah adalah tekad GRIB JAYA, mempertahankan Ideologi bangsa dan merawat NKRI adalah niat suci GRIB JAYA.
“Bersaudara Tak Mesti Sedarah”
Satu Komando !
GRIB JAYA JAYA JAYA !
Penulis: Damanhury Jab
Sekretaris Daerah DPD GRIB JAYA Jawa Timur