Mediasi Bermasalah:Kasus Pelecehan Anak di Pemalang ‘Selesai’ dengan Rp100 Juta, Ini Bahaya Hukumnya!

Kasus kekerasan seksual anak adalah delik khusus.
Ilustrasi Stop Kasus kekerasan seksual anak adalah delik khusus. Penyelesaian di luar pengadilan melalui mediasi dan kompensasi uang justru melawan hukum dan mengabaikan perlindungan terhadap korban. (Foto: Getty Images/iStockphoto)
banner 728x90

PEMALANG, Mediapewarta.comMediasi bermasalah, Sebuah penyelesaian kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Randudongkal, Pemalang, menuai sorotan dan kritik tajam dari praktisi hukum. Alih-alih melalui proses peradilan pidana, kasus yang melibatkan seorang pelajar SMP ini justru diakhiri dengan kesepakatan damai di tingkat desa, disertai kompensasi Rp100 juta dari terduga pelaku kepada keluarga korban. Yang lebih mengkhawatirkan, kesepakatan ini turut diduga melibatkan oknum Kepala Desa.

Meski awalnya dilaporkan ke Polres Pemalang, laporan tersebut dicabut setelah mediasi oleh Pemerintah Desa pada Rabu, 19 November 2025. Perjanjian itu memberi batas waktu pembayaran hingga 31 Desember 2025. Jika tak terpenuhi, keluarga korban berhak melaporkan kembali.

Namun, penyelesaian seperti ini dinilai sangat keliru dan berbahaya secara hukum. Praktisi Hukum Kabupaten Pemalang, Imam Subiyanto, menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual anak BUKANLAH delik aduan biasa, melainkan delik khusus yang kewenangan penyelesaiannya ada di tangan negara.

“Penyelesaian kasus pelecehan seksual terhadap anak melalui perdamaian adalah perbuatan melawan hukum,” tegas Imam. Ia menjelaskan, tindakan ini bertentangan dengan Pasal 76D dan 81 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Anak bukan objek transaksi, dan kesepakatan uang justru berpotensi memperparah trauma korban.

Imam juga mengingatkan bahwa aparat desa tidak memiliki kewenangan hukum untuk memediasi perkara pidana berat seperti ini. Keterlibatan mereka bahkan berpotensi menjerat mereka dalam tindakan menghalangi proses peradilan. “Mengatasnamakan restorative justice dalam konteks ini adalah penyimpangan serius dan penyesatan hukum,” pungkasnya.

Pendapat senada disampaikan Ripto Anwar, Mantan Ketua Komnas Perlindungan Anak Kabupaten Pemalang. Ia menegaskan bahwa kekerasan seksual pada anak adalah Lex Spesialis (hukum khusus), sehingga setiap warga negara yang mengetahui wajib melaporkannya kepada Aparat Penegak Hukum (APH). “Bahkan siapa saja yang terlibat dalam Restorative Justice perkara ini, semua bisa terjerat hukum. Apalagi kok dimediasi di desa. Dasar hukum apakah yang dipakai?” tanya Ripto tegas.

Kasus ini menjadi peringatan keras tentang bahaya “main hakim sendiri” atau penyelesaian di luar jalur hukum untuk kasus kejahatan serius, khususnya yang melibatkan anak sebagai korban. Hukum pidana hadir bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga memastikan pemulihan korban yang sebenarnya dan mencegah terulangnya kejahatan.

Baca Juga;

Ujian Bagi Prabowo: Kebijakan Rehabilitasi Ira Puspadewi Dikangkangi Proses Birokrasi Hukum

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!